AREP NGGOLEKI LIYONE MONGGO TULIS NGISOR IKI .....

Kamis, 25 Februari 2010

EDAN TENAN......

BANYAK SUAMI SURUH ISTRI JADI PSK (EDAN!)

Akibat tekanan ekonomi yang semakin meningkat, dilaporkan banyak suami di Sumatera Utara yang mempekerjakan istrinya menjadi pekerja seks komersial (PSK) untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.


Pernyataan itu disampaikan Sabar Turnip, Kepala Seksi Rehabilitasi Tuna Sosial, Dinas Sosial Sumatera Utara di Medan, Selasa.

Dia mengatakan, PSK yang beroperasi di Kota Medan juga kian marak dan tampil secara terang-terangan tidak hanya di tempat-tempat hiburan malam, panti pijat, tetapi "menjajakan diri" di pinggir-pinggir jalan.

Alasan kesulitan ekonomi penyebab wanita menjadi PSK, juga karena rendahnya pendidikan, korban perdagangan manusia (human trafficking), korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) serta gaya hidup yang konsumtif.

"Lemahnya keimanan suami turut mendorong terjerumusnya wanita ke lembah hitam, terbukti dari hasil penelitian yang dilakukan Dinas Sosial Sumut, terdapat wanita yang menjadi PSK itu keinginan dari suaminya," ucap Turnip.

Dinas Sosial Sumut sudah berulang kali menjaring para PSK dari berbagai lokasi, tetapi pada akhirnya mereka keluar dan berpraktik kembali di jalanan. Sebab, sebagian wanita yang diamankan ternyata dapat memperlihatkan surat nikah serta mendatangkan suaminya ke tempat penampungan sehingga tidak ada alasan bagi Dinas Sosial untuk menahan wanita tersebut guna pembinaan.

Dinas Sosial Sumut memiliki tempat penampungan PSK untuk pembinaan di Berastagi, Kabupaten Tanah Karo. Namun, dalam pelaksanaan banyak PSK yang digiring ke tempat itu melarikan diri dan bersembunyi di kampung halamannya masing-masing.

Setelah beberapa lama bersembunyi, mereka berpraktik kembali sebagaimana biasa. Hal ini kerap terjadi pada beberapa PSK yang berulang kali tertangkap dalam razia.

(kompas.com)

MAMA, ADA LES TAMBAHAG
MARAKNHYA SISWI SMP/SMP JADI PSK DI SUMATERA UTARA


2.000-an Siswa SMP dan SMA Jadi Pelacur di Medan

Para orangtua harus memberi perhatian dan pengawasan ekstra terhadap remaja putrinya, terutama yang masih duduk di bangku SMA dan SMP. Pasalnya, banyak anak SMA dan SMP di Medan yang terlibat prostitusi terselubung. Mereka mengakali orangtuanya dengan menyebut ada les tambahan di sekolah.

Mengutip hasil penelitian Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Sumut, sekira 2.000-an pelajar di Medan terlibat dalam pelacuran anak. 30 persen dari jumlah tersebut masih pelajar SMP.

“Saya khawatir ini fenomena gunung es. Ini hasil terukur melalui penelitian yang kami lakukan. Jangan-jangan jumlah anak sekolah yang terlibat dalam prostitusi anak jumlahnya melebihi angka tersebut,” kata Ahmad Sofyan, Direktur PKPA, beberapa waktu lalu.

Menurutnya, ini sangat mengkhawatirkan. Setiap tahun dipastikan angka ini akan bertambah, mengingat tidak ada langkah kongkret dari pemerintah, orangtua atau pihak sekolah untuk menghempang fenomena ini. “Yang lebih mengkhawatirkan lagi, masih ada sejumlah pihak yang tak peduli dengan kondisi ini,” ujar Sofyan yang juga Koordinator Nasional Koalisi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak.
Dia bilang, penyebab utama dari persoalan ini sebenarnya dekandensi moral dan serangan gaya hidup yang sangat luar biasa. Dari banyak responden yang dijadikan sample, kemiskinan bukanlah penyebab anak usia 12-17 tahun itu terjun menjadi ‘produk’ pemuas seks komersil.

“Banyak sebab, tapi bukan kemiskinan penyebabnya. Kalaupun ada karena kemiskinan, jumlahnya sangat kecil. Rata-rata karena pergaulan remaja yang tidak sehat dan gaya hidup. Umumnya karena sudah tak perawan lagi karena sudah ML (making love, Red) dengan pacar, atau sakit hati dengan pacar. Karena sudah tak perawan lagi, anak-anak ini mudah saja dibujuk untuk terjun menjadi PSK (pekerja seks komersial) anak,” sebutnya.
Kemudian, sebutnya, pola gaya hidup juga jadi pendorong. Ingin punya barang atau sesuatu yang lebih, yang tak mungkin diminta kepada orangtua, mengakibatkan para ABG itu menempuh jalan pintas. “Bahkan beberapa anak SMA yang kami teliti terjun ke ranah seksual komersil gara-gara menggelapkan uang sekolah (SPP). Tanpa terasa karena berbagai kebutuhan, uang sekolah dimakan, jumlahnya sampai tiga bulan. Minta uang sekolah lagi kepada orangtua, takut dimarah. Jalan pintas lalu menjadi PSK,” tukasnya.

Data yang merisaukan PKPA adalah tingginya angka siswa SMA yang melacurkan diri di beberapa sekolah tertentu di Medan. Sekolah tersebut rata-rata sekolah bergengsi, tempat anak-anak kalangan menengah atas bersekolah. “Beberapa sekolah yang kami teliti, per kelas terdapat 15-20 siswa yang ternyata sudah terjun menjadi PSK. Ini sangat mengkhawatirkan, karena tidak akan mungkin hilang, tanpa ada tindakan yang nyata dari orangtua, pihak sekolah, dan semua pihak yang berkepentingan,” katanya.

Sofyan mengatakan, memberantas pelacuran anak SMA dan SMP sangat sulit, karena proses regenerasi terus berjalan. Sejalan dengan tingginya gaya hidup dan kebutuhan hidup, maka proses regenerasi PSK ABG ini akan terus berkembang. “Ada yang unik, yang menjadi germo adalah kakak kelas atau senior yang terlebih dahulu terjun menjadi PSK. Atau bahkan teman sekelas yang menjual para ABG ini kepada TB atau tubang singkatan dari tua bangka (sebutan para ABG untuk pria hidung belang yang jadi mangsanya,” jelasnya.

Bagaimana anak usia SMA dan SMP bisa menjajakan diri tanpa ketahuan orang tua? Sebagian kecil orang tua sebenarnya sudah tahu perilaku anaknya, tapi dengan berbagai alasan mereka diam saja. Tapi berdasarkan penelitian kami, sebagian besar para orang tua tahu kalau anaknya telah menjadi PSK. “Anak-anak ini punya trik khusus untuk meyakinkan para orangtua agar diberi izin tak pulang ke rumah usai bubaran jam sekolah. Misalnya, si A meminta temannya, si B dan si C menelepon orangtua si A, memberitahukan bahwa si A dan mereka pulang terlambat karena ada tambahan les, atau ada kelas tambahan. ’Mama, ada les tambahan’ kata mereka. Karena yang mempermisikan teman-temannya, makanya para orangtua percaya,” jelasnya.

Karena masih ’dibatasi’ oleh orangtua, makanya jam terbang pelacur ABG ini juga terbatas. Semua yang mereka lakukan usai jam sekolah usai. Ada yang bertransaksi langsung dengan tubang di sekitar sekolah, atau sudah janjian terlebih dahulu ketemu di suatu tempat, biasanya hotel. “Atau langsung dibawa temannya yang menjadi germo, langsung ke tempat para tubang,” tambahnya.

Wartawan koran ini yang selama dua pekan menelusuri aktivitas pelacuran siswa SMA dan SMP ini menemukan, waktu bertubang para ABG ini sangat singkat, rata-rata antara 3-4 jam. Itu pun tidak setiap hari, hanya beberapa saja yang setiap hari bertubang, sebagian besar rata-rata membatasi diri dua atau tiga empat hari saja. Untuk anak sekolah yang masuk pagi, biasanya waktu bertubang mulai pukul 15.00 hingga pukul 18.00. Sedangkan yang masuk siang, jam bertubangnya mulai pukul 18.00 hingga pukul 21.00.

Bagi yang belum dikenal jaringan germo pelacur ABG ini, sangat sulit mengakses aktivitas mereka. Umumnya mereka sangat safety dalam menjajakan diri, tidak sembarangan orang mereka terima, kecuali setelah diyakini benar-benar bersih, maksudnya benar-benar tubang, bukan ada maksud lainnya. Jika jaringan germo ini telah percaya, maka siap-siaplah menerima dering telpon ’tanpa’ henti. Tawaran bertubi-tubi akan disampaikan para germo, atau dari para ABG-nya langsung.

PKPA juga telah memetakan sejumlah sekolah yang jadi basis para pelacur ABG di Medan. Sebenarnya sebagian dari sekolah ini, telah menjadi rahasia umum warga Kota Medan, terutama yang doyan ’daun muda’. Di antaranya dua lokasi di Jalan SM Raja, satu lokasi di Jalan STM. Kemudian, satu lokasi di Jalan Gedung Arca, satu lokasi di Jalan Brigjen Zein Hamid, satu lokasi di Jalan Cik Di Tiro, dua lokasi di Jalan Yos Sudarso, satu lokasi di Jalan Imam Bonjol. Selanjutnya, satu lokasi di Jalan Gajah Mada, dua lokasi di Jalan Letda Sujono, dan satu lokasi di kawasan Belawan kota. Wartawan koran ini menemukan dua lokasi sekolah di kawasan Tembung, ternyata juga ’memiliki’ pelacur ABG.

Jika tak ada order dari germo atau tubang, anak-anak ABG ini mencari langsung para mangsanya. Umumnya mereka mendatangi tempat-tempat keramaian yang telah diketahui banyak orang sebagai ’pangkalan’. “Di antaranya, pusat perbelanjaan, kafe, restoran lesehan, kos-kosan, tempat biliar, dan sejumlah taman di Medan,” pungkas Sofyan.

Siapa ’penikmat’ pelacur SMP dan SMA? Banyak kalangan, tentu saja yang berkantong tebal dan ingin sensasi lebih dan berbeda. Memakai istilah, Ahmad Sofyan, penikmat pelacur SMP-SMA adalah penggiat seks dari kalangan eksekutif muda. Sofyan bilang, berdasarkan penelitian mereka rata-rata tubang yang menikmati jasa pelacur SMP dan SMA adalah pria mapan secara usia dan ekonomi. “Rata-rata laki-laki usia 35 ke atas,” katanya.
Menurutnya meski kurang pengalaman, namun banyak penggiat seks yang terobsesi bercinta dengan ABG belasan tahun. “Ada yang mengganggap bercinta dengan ABG, apalagi perawan merupakan bagian ritual untuk kesuksesan hidup, awet muda, dan melancarkan bisnis. Berdasarkan penelitian kami, sebagian besar pemakai jasa anak-anak ini berasal dari kalangan etnis tertentu,” jelasnya.

Selain alasan ritual yang di luar logika, alasan para penggiat seks penikmat servis para ABG adalah soal sensasi. “Beberapa tubang yang kami teliti mengatakan, bercinta dengan anak SMP atau SMA tidak repot. Umumnya anak-anak ini tidak menuntut safety yang macam-macam dan mudah diarahkan. Anak-anak ini tidak pernah protes atau rebut bila tubangnya tak memakai kondom,” sebutnya.

Ditanya informasi pelacuran anak sekolah melalui jejaring internet, Sofyan bilang, sejauh ini pihaknya belum menemukannya. “Di Medan sangat terbuka, tanpa internet juga gampang mendapatkannya,” pungkasnya. (her)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar