AREP NGGOLEKI LIYONE MONGGO TULIS NGISOR IKI .....

Selasa, 23 Februari 2010

PERILAKU SEKS BEBAS

PERILAKU SEKS BEBAS
Dec.13, 2009 in Uncategorized

Pada umumnya mereka yang terlibat perilaku seks bebas ini adalah para remaja dan dewasa muda. Hal ini sebagai akibat pengaruh budaya barat dengan dalih hak-hak asasi manusia (HAM), di samping itu masyarakat kita sudah bercorak permisif. Nilai-nilai moral, etika, agama sudah tidak dianut, belum lagi provokasi dari pornografi dan NAZA (Narkoba, Alkohol dan Zat Adiktif) semakin membuat perilaku seks bebas menjadi-jadi. Dampak dari perilaku seks bebas antara lain :


1. Kehamilan di luar nikah semakin meningkat,
2. Aborsi semakin meningkat,
3. Anak-anak yang dilahirkan di luar nikah semakin meningkat,
4. Penyakit kelamin, termasuk HIV/AIDS semakin meningkat,
5. Kekerasan seksual (pemerkosaan) semakinmeningkat.

Hawari, D, (2002) dalam bukunya berjudul “Konsep Agama (islam) Menanggulangi HIV/AIDS” menyebutkan sebagai contoh perilaku seksual remaja di Amerika Serikatyang dapat digolongkan dalam generasi remaja sebagai generasi dalam bahaya (Generation in Jeopardy).

Sebagaimana telah disebutkan di muka kelompok resiko tinggi bagi penularan virus HIV/AIDS adalah kelompok remaja, disebabkan karena promiskuitas (seks bebas) dan penggunaan jarum suntikan di kalangan pecndu narkotika sebagian besar adalah remaja. Data yang dikemukakan oleh United States Departement of Health and Human Service (US DDHS, 1986), menyatakan bahwa 20% dari seluruh kasus penderita AIDS di Amerika Serikat adalah orang dewasa muda antara umur 20-29 tahun, dan sebagian besar dari mereka mulai terinfeksi virus HIV pada masa remaja.

1. A. Perubahan Nilai

Pola dan gaya hidup (Western way of live) sebagai konsekuensi moderenisasi, industrialisasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta sekularisasi, telah menyebabkan perubahan-perubahan nilai kehidupan yang cenderung mengabaikan nilai-nilai moral etik agama dalam kehidupan sehari-hari, termasuk nila-nilai hubungan seksual antar individu. Pola hubungan seks bebas (free seks) telah merasuki masyarakat Amerika, dan kelompok remajalah yang paling beresiko tinggi untuk itu.

Berikut ini adalah sekedar contohkehidupan seksual remaja Amerika dengan segala macam dampaknya, termasuk penularan penyakit kelamin dan kehamilan (diluar nikah), dan keterlibatanya dalam dunia pelacuran serta kehidupan sosialnya (DiClemente, 1989), yaitu:

1. Tujuh dari 10 wanita dan 8 dari 10 pria telah melakukan hubungan seksual sebelum berumur 20 tahun.
2. Satu dari 6 pelajar putri yang aktif bergaul seks bebas (sexually active) paling sedikit telah berganti-ganti pasangan dengan 4 pria berbeda.
3. Setiao tahunnya 1 dari 7 remaja terkena penyakit kelamin.
4. Sebanyak 2,5 juta hingga 5 juta orang Amerika di bawah umur 25 tahun telah memperoleh pengobatan untuk penyakit kelamin setiap tahunnya.
5. Data pada tahun 1985 menyebutkan bahwa 62% dari penyakit kencing nanah (gonorrhoe), 40% dari penyakit sipilis, penderitanya adalah mereka yang berumur antara 10-24 tahun.
6. Peringkat tertinggi untuk penyakit gonorrhoe, syphilis, dan Chlamydia adalah remaja putri usia 10-14 tahun dan 15-19 tahun.
7. Setiap tahunnya 1 dari 10 remaja putrid menjadi hamil dengan resiko kehamilan yang secara komulatif hingga usia 20 tahun mencapai 40% (setiap 1menit 2 remaja hamil).
8. Setiap tahunnya antara 125.000 sampai 200.000 terlibat prostitusi (pelacuran).
9. Di perkirakan setiap tahunnya tidak kurang dari 1 juta remaja yang minggat (runaways) meninggalkan rumah dan keluarganya. 25% daripadanya mempunyai tempat tinggal (homeless) dan menjadi anak jalanan (street children).
10. Remaj yang minggat ini berumur antara 12-17 tahun (umur rata-rata 15,3 tahun), 85% daripadanya secara seksual aktif (sexually active), dan hamper sama presentasinya mereka juga pecandu narkotika.
11. Mereka ini (street children) seringkali terlibat pelanggaran hokum, yaitu 78% remaja laki-laki dan 47% remaja putri.
12. Remaj putrid yang minggat ini 34% diantaranya menjadi hamil.
13. Remaja yang minggat ini pada umumnya berasal dari putus sekolah (Dropped Out) atau yang dikeluarkan dari sekolah, yaitu meliputi 71% remaja laki-laki dan 44% remaja putri.

1. B. Kegagalan Pendidikan seks

Kurikulum pendidikan seks (Sex Education) yang diberikan sekolah maupun di kampus ternyata tidak berhasil merubah sikap mental dan perilaku seksual mereka. Bahkan lebih mudah “memindahkan gunung” dari pada “merubah perilaku/gaya hidup suatu masyarakat”. Betapa sulitnya upaya ini dapat dilihat dari laporan Centers for Diseases Control (CDC, 1988), yaitu :

1. Survey dilakukan pada 6 kota dari 9 negara bagian yang mewakili 24 negara bagian di Amerika Serikat.
2. Survey tersebut melibatkan remaja sekolah antar 778 – 7.013 pelajar. Diperoleh data bahwa 89% – 96% pelajar merasa perlu diberikan penyuluhan tentang HIV/AIDS; 83,3% – 98,4% mereka tahu penularan virus HIV/AIDS melalui jarum suntik yang dipakai bergantian, dan 88,3% – 98,1% mereka tahu bahwa virus HIV/AIDS ditularkan melalui hubungan seksual.
3. Hasil yang diperoleh ternyata mengecewakan karena meskipun mereka sudah memperoleh pendidikan seks dan sudah tahu cara penularan HIV/AIDS dan akibatnya, namun kasus-kasus HIV/AIDS dikalangan remaja tidak menjadi turun karenanya. Disimpulkan bahwa populasi remaja masih merupakan populasi resiko tertinggi bagi penularan HIV/AIDS.

Kegagalan pendidikan seks tersebut yang berdampak pada pola kehidupan seks bebas dikalangan remaja, mengakibatkan mereka sebagai generasi muda sedang memasuki ambang kehancuran (Generation in jeopardy). Sebagai ilustrasi dapat ditampilkan data dari National Centerfor Health Statistic (1889) :

1. Satu dari 5 remaja putrid yang seksual aktif berumur antara 15 – 19 tahun menjadi hamil.
2. Selama masa remaja rasio laki-laki berbanding perempuan yang menderita HIV/AIDS adalah 7 banding 1, sedangkan pada orang dewasa adalah 12 banding 1.
3. Banyak remaja yang terlibat hubungan seksual dengan pasangan orang dewasa yang telah banyak pengalamannya di bidang kehidupan seksual bebas (promiskuitas).
4. Remaja yang terkena penyakit kelamin mencapai 25%.
5. Remaja yang terlibat anal sex mencapai 65% dalam 3 bulan terakhir, dan 74% diantaranya tidak pernah memakai kondom. Kebiasaan memakai kondom hanya pada hubungan seksual biasa, data di peroleh dari New York’s MT. Sinai Hospital.
6. Secara umum dikemukakan bahwa 30% remaja yang seksual aktif tidak memakai kontrasepsi, presentasi yang memakai kondom sangat kecil (Hein,1989).

1. C. Generasi Dalam Bahawa

“Generasi Dalam Ancaman/Bahaya : Infeksi Virus HIV/AIDS Pada Populasi Remaja” (Generation in Joepardy : HIV/AIDS Infection in the Adolescent Population), adalah salah satu topic dari sekian pembahasan tentang “AIDS Program” pada 145th Annual Meeting American Psychiatric Association (APA) yang diselenggarakan di Washington D.C. bulan Mei 1992 yang lalu. Topic lain yang memprihatinkan adalah “Anak-anak Kita, Adalah Masa Depan Kita” (Our Children are Our Future).

Keprihatinan ini berdasarkan data-data perihal perilaku seksual bebas di kalangan remaja dan penyalahgunaan narkotika dengan menggunakan jarum suntik sebagaimana diuraikan dimuka. Sehingga, para remaja terkena HIV/AIDS secara gandadari 2 hal, yaitu melalui hubungan seksual dan jarum suntik.

Sementara The National Institute of Drug Abuse (NIDA, 1990) menyatakan bahwa 1 diantara 6 remaja Amerika adalah pecandu narkotika dengan memakai jarum suntik secara bergantian. Penelitian yang dilakukan oleh Harms, et. al. (1987) terhadap 350 penyalahguna narkotika jenis opiate yang menggunakan jarum suntikan intervena ternyata 37,2% daripadanya terinveksi virus HIV/AIDS. Sementara itu Hawari et.al. (2000) mendapatkan 33,3% pecandu narkotika dengan memakai jarum suntik terinveksi virus HIV/AIDS.

Sedangkan angka yang diperoleh dari Kelompok Studi Khusus (Posdisus) AIDS FKUI RSCM (2000) diperoleh angka 30,9%. Angka ini menjadi lebih tinggi apabila semua pecandu narkotika dapat di periksa secara keseluruhan, karena itu indonesia tidak semua pecandu narkotika boleh diketahui darahnya untuk mengetahui apakah yang bersangkutan itu mengidap Virus HIV/AIDS atau tidak, kecuali dengan izin atau atas pemintaan yang bersangkutan/keluarganya.

Penyakit HIV/AIDS disebabkan karena perilaku seksual manusia yang sudah melampaui batas, manusia tidak lagi menjaga kehormatan / kemaluannya serta menyalahgunakan demi memenuhi hawa nafsu biologisnya.

KESIMPULANNYA

Kita harus segera sadar bahwa penyakit HIV/AIDS itu benar-benar merusak kita dan merusak bangsa kita sendiri, karena kita itu adalah tunas bangsa, generasi penerus bangsa ini. Dan kita harusnya malu kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kekhilafan kita yang pernah melakukan kemaksiatan dan segalanya.

KEPUSTAKAAN

Cat. Artikel ini saya ambil dari materi yang di buat oleh :

Prof. Dr. dr. H. Dadang Harawi, psikeater

Tebet Mas Indah E – 5

Jl. Tebet Barat I, Jakarta selatan 12810

Yang beliau tuturkan pada acara :

Sarasehan Kesehatan Reproduksi Remaja, Departement Agama, Hotel Harris,

Jakarta 14 Mei 2007


Tidak ada komentar:

Posting Komentar